DECEMBER 9, 2022
Utama

TPPU di Kasus Bank Banten

post-img

Kejati Telusuri Aliran Uang


SERANG-Penyidik Pidana Khusus (Pidsus) Kejati Banten bakal menelusuri aliran uang dalam kasus kredit macet Bank Banten senilai Rp65 miliar. 

Penyidik mengkaji kemungkinan penggunaan UU Nomor 8 Tahun 2020 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). 

“Ini terus kita dalami bahkan kita sedang kaji ke TPPU,” beber Kepala Kejati Banten Leonard Eben Ezer Simanjuntak, Jumat (5/8).

Penelusuran aliran uang kredit macet tahun 2017 itu dilakukan untuk memulihkan keungan negara. Apalagi kasus yang menjerat Vice President Bank Pembangunan Daerah Banten alias Bank Banten Satyavadin Djojo­subr­oto dan Direktur Utama PT Harum Nu­santara Makmur (HNM) Rasyid Syamsudin sebagai tersangka itu bernilai cukup besar. 

Eben juga tidak menutup kemungkinan penyidik bakal menjerat tersangka lain dalam kasus ini. 

“Karena perkara ini cukup besar menelan ke­rugian negara Rp 65 miliar berdasarkan modus operandi dan melawan hukumnya, tidak menutup kemungkinan ada tersangka baru,” kata Eben.

Kasus kredit macet ini bermula saat Rasyid Syamsudin mengajukan kredit sebesar Rp39 miliar kepada Bank Banten pada 25 Mei 2017. Rinciannya, Rp39 miliar untuk kredit modal kerja (KMK) senilai Rp15 miliar dan kredit investasi (KI) Rp24 miliar.

Permohonan kredit tersebut disampai­kan melalui Kepala Divisi Kredit Ko­mersial Bank Banten dan selaku plt pe­mimpin kantor wilayah Bank Banten DKI Jakarta yang dijabat oleh Satyavadin Djojosubroto. 

Berdasarkan proposal permohonan kredit, dana tersebut untuk mendukung pembiayaan pekerjaan PT HNM dengan PT Waskita Karya. Yakni, pekerjaan per­siapan tanah jalan Tol Pematang Panggang-Kayu Agung, Sumatera Selatan.

Direktur PT HNM itu memberikan agunan berupa non fixed asset atau nilai kontrak PT dengan PT Waskita Karya sebesar Rp50 miliar dan fixed asset berupa tiga sertifikat hak milik (SHM). 

Pada Juni 2017, Satyavadin Djojosubro­to sebagai pemrakarsa kredit mengajukan me­­morandum analisa kredit (MAK) untuk dibahas dalam Komite Kredit. Per­­mohonan itu disetujui oleh Ketua Komite Kredit sekaligus Plt Direktur Uta­ma Bank Banten Fahmi Bagus Ma­hesa. 

Nominal kredit yang disetujui adalah Rp30 miliar. Rinciannya, Rp 13 miliar untuk KMK dan Rp17 miliar untuk KI. 

Anehnya, belum juga membayar ang­suran ke Bank Banten, PT HNM justru kembali meminta penambahan plafon kredit. Nilai yang disetujui Bank Banten adalah Rp35 miliar. 

Sehingga total kredit yang diterima oleh PT HNM dari Bank Banten adalah se­besar Rp65 miliar. Padahal, pengajuan per­mohonan kredit, pembahasan MAK, hingga penarikan kredit, PT HNM tidak memenuhi persyaratan penarikan. 

Di antaranya, saat perjanjian pengi­katan agunan tidak dibuat dihadapan notaris. Hal ini berdampak pada aset agunan PT HNM tidak terikat sempurna. Lalu, aset piutang dan barang ber­ge­raknya juga tidak difidusiakan. 

Selain itu, Bank Banten hanya me­ngua­sai dua sertifikat bidang tanah yang dijadikan agunan PT HNM. Lima sertifikat lainnya ternyata dikuasai oleh PT Hudaya Maju Mandiri atau leasing. 

Pada pelaksanaannya, dana kredit di­­transfer langsung dari Bank Banten ke rekening pribadi Rasyid Syamsudin. 

Sementara pembayaran pekerjaan oleh PT Waskita Karya ke PT HNM tid­ak meng­gunakan rekening escrow di Bank Banten seperti yang diper­syaratkan. 

Akibatnya, Bank Banten tidak dapat me­lakukan auto debet terhadap pem­bayaran termin proyek dan kredit men­jadi macet. 

Akibat serangkaian peristiwa itu, Bank Banten tidak dapat melakukan recovery dan eksekusi agunan. “Kredit juga di­nyatakan macet, kemudian mengaki­bat­kan kerugian negara Rp 65 miliar,” kata Eben.


DIPECAT

Sementara itu, Sekretaris Perusahaan Bank Banten Rachmad Hidayat meng­ungkapkan, Satyavadin Djojosubroto telah diberhentikan secara tidak hormat alias dipecat dari Bank Banten sejak 2 Agustus 2021 lalu. 

“Agar tidak terjadi kekeliruan informasi, maka kami sampaikan bahwa Saudara Satyavadin Djojosubroto tidak lagi men­jabat di PT Bank Pembangunan Daerah Banten Tbk (Bank Banten-red), sejak dinyatakan diberhentikan secara tidak hormat berdasarkan Surat Ke­pu­tusan Direksi Nomor 045/SK-PHK/DIR-BB/VIII/2021 tanggal 02 Agustus 2021, karena telah melanggar peraturan per­usahaan,” kata Rahmat. 

Rahmat mengungkapkan, Bank Banten sepenuhnya mendukung proses hukum yang dilakukan oleh Kejati Banten. 

“Bank Banten sepenuhnya mendukung upaya penegakan hukum oleh pihak ber­wenang dan sangat kooperatif serta me­ngikuti prosedur apapun yang di­butuhkan pihak berwenang agar per­soalan ini dapat dituntaskan di tingkat pe­nyidikan dan dapat diungkapkan fakta-fakta yang sebenarnya,” kata Rahmat. 

Menurut Rahmat, sebagai perusahaan yang patuh terhadap prinsip-prinsip good corporate govermance (GCG), Bank Banten sangat menjunjung tinggi ke­terbukaan informasi serta senantiasa memberikan pelayanan yang transparan, akuntabel dan zero tolerance terhadap praktik korupsi. “Proses hukum yang sedang berjalan merupakan tanggung jawab pribadi saudara Satyavadin dan pro­ses hukum tersebut tidak akan ber­pengaruh terhadap layanan dan kegiatan operasional perbankan,” tutur Rahmat (fam/nda)